Welcome to Abu Darin's Blog. Assalamu Alaikum Warahmatullohi Wabarokatuh.

Blog ini adalah blog tentang Pendidikan, dimana anda bisa Belajar
Tentang Bahasa Inggris dan Juga Tentang Agama Islam, Saya Juga menyediakan Daftar Link sebagai Referensi Untuk di buka/kunjungi dan di pelajari.Selamat Belajar.

Upaya penyaringan terhadap segala hal yang bukan berasal dari ajaran Islam, baik dalam hal Aqidah, Ahkam (hukum) maupun Akhlaq, selayaknya terus dilakukan, agar Islam kembali bersih berseri, murni dalam naungan risalah sebagaimana risalah yang telah diturunkan kepada Muhammad Shalallahu 'alaihi wa Sallam dan diajarkan pada Sahabatnya, yang diteruskan oleh pengikutnya hingga hari kiamat.

Rabu, 12 Mei 2010

BENARKAH SALAFI TERLALU “KERAS” DAN “SUKA MEMFITNAH” SEHINGGA MEMBUAT UMMAT LARI ? :

BENARKAH SALAFI TERLALU “KERAS” DAN “SUKA MEMFITNAH” SEHINGGA MEMBUAT UMMAT LARI ? : Janganlah Menyikapi Sesuatu dengan Mengutamakan Perasaan Diatas Dalil Syar’i..!

Posted by dr.Abu Hana :: أبو هـنـأ ألفردان :: in Wahabi (الوهابي). Leave a Comment
17. Benarkah Salafi Terlalu Keras dan Membuat Umat Lari?

Oleh Al-Ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain bin Muhammad Sunusi


Pertanyaan:

Kader-kader dan pengurus Wahdah Islamiyah mengatakan bahwa Salafi terlalu keras sehingga dapat membuat umat lari. Benarkah hal tersebut? Bagaimana seharusnya supaya umat mau menerima dakwah terutama orang awam?

Jawaban:

Pertama:

Ahlus Sunnah wal Jama’ah, mereka adalah orang yang paling tahu meletakkan kapan saatnya tegas dan kapan saatnya berlemah lembut. Asalnya dalam dakwah adalah dengan lemah lembut, Allah subhânahu wa ta’âlâ berfirman,

ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS An Nahl: 125)

Dan juga Allah subhânahu wa ta’âlâ berfirman kepada Nabi-Nya,

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka akan lari dari kamu.” (QS Âli ‘Imrân: 159)

Dan dalam hadits ‘A’isyah radhiyallâhu ‘anhau yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alahi wa ‘alâ âlihi wasallam bersabda,

إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُوْنُ فِيْ شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ

“Sesungguhnya tidaklah lemah lembut itu berada pada sesuatu apapun kecuali akan menghiasinya dan tidaklah dicabut dari sesuatu kecuali akan membuatnya jelek.”

Ini asalnya dalam dakwah. Tetapi kadang seseorang itu harus diberi pelajaran dengan sifat yang tegas sebagaimana Nabi shallallâhu ‘alahi wa ‘alâ âlihi wasallam ketika melihat para sahabat berwudhu’ dan mereka tidak mencuci kaki-kaki mereka, beliau berteriak dengan suara yang tinggi dan keras, kata beliau,

وَيْلُ لِلأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ ثَلاَثَ مَرَّات

“Celakalah bagi tumit-tumit dari api neraka,” beliau ucapkan tiga kali.

Maka asalnya dalam dakwah adalah dengan lemah-lembut dan kadang jika dibutuhkan bisa bersikap tegas. Tabiat manusia ada yang tidak bisa mendapat nasihat kecuali dengan lemah-lembut dan ada yang bisa mendapatkan nasihat kalau ditegasi. Maka ini perlu pertimbangan yang tepat.

Kedua:

Nasihat kepada orang itu maksudnya dua perkara: pertama, nasihat bagi diri orang yang dinasihati—misalnya Wahdah Islamiyah kita nasihati tentang kesalahannya—maka ini adalah nasihat untuk mereka supaya mengubah dirinya. Kedua, nasihat yang kembali kepada umat. Umat ternasihati agar jangan ikut kepada mereka.

Ketiga:

Yang perlu diperhatikan dalam masalah dakwah, bahwa memang tidak semua perkara yang kita ketahui itu harus diucapkan. Ada kalanya dalam posisi fitnah, itu tidak diucapkan. Sebagaimana Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu ketika sedang terjadi fitnah besar dalam pemerintahan yang banyak membunuhi kaum muslimin, beliau banyak mengetahui hadits-hadits tentang akan adanya nanti kemungkaran-kemungkaran yang akan diperbuat oleh para penguasa tetapi Abu Hurairah tidak menyampaikan hadits-hadits itu. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari, Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu berkata,

حَفِظْتُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وِعَاءَيْنِ فَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَبَثَثْتُهُ وَأَمَّا الْآخَرُ فَلَوْ بَثَثْتُهُ قُطِعَ هَذَا الْبُلْعُوْمُ

“Saya menghafal dari Rasulullah shallallâhu ‘alahi wa ‘alâ âlihi wasallam dua kantung. Adapun salah satunya saya telah sebarkan dan adapun yang lainnya kalau saya sebarkan maka akan dipenggal leher saya ini.”

Karena itulah Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu hanya memberikan ibarat-ibarat tersembunyi, misalnya beliau mengatakan bahwa ia berta’awwudz (berlindung) dari pemerintahan anak kecil—dan ini menyinggung pemerintahannya Yazid bin Mu’awiyah—tidak ditashrih oleh Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu. Sikap ini ada contohnya dari Nabi shallallâhu ‘alahi wasallam, dalam hadits ‘A’isyah radhiyallâhu ‘anha yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari dan Imam Muslim, dan Imam Al Bukhari memberikan judul “Bab Meninggalkan Sebagian Perkara karena Takut Sebagian Manusia akan Terfitnah” kemudian beliau membawakan sabda Rasulullah shallallâhu ‘alahi wasallam kepada ‘Aisyah radhiyallâhu ‘anha:

يَا عَائِشَةُ لَوْلاَ قَوْمُكِ حَدِيْثٌ عَهْدُهُمْ بِكُفْرٍ لَنَقَضْتُ الْكَعْبَةَ فَجَعَلْتُ لَهَا بَابَيْنَ بَابٌ يَدْخُلُ النَّاسُ وَبَابٌ يَخْرُجُوْنَ

“Wahai ‘Aisyah andaikata kaummu (penduduk Makkah) bukan orang yang baru (meninggalkan) kekufuran, niscaya saya merobohkan Ka’bah kemudian saya akan menjadikannya dua pintu; pintu tempat manusia masuk dan pintu mereka keluar.”

Nabi shallallâhu ‘alahi wasallam ingin meruntuhkan Ka’bah kemudian menjadikannya dua pintu sunnah merupakan sunnah. Tetapi mengapa beliau tinggalkan? Sebabnya, karena khawatir terjadi fitnah—orang-orang Quraisy yang baru masuk Islam ketika Fathu Makkah tatkala melihat Nabi berbuat seperti itu maka akan menyangka bahwa Nabi adalah orang yang sombong dan ingin menang sendiri saja—akibatnya mungkin saja mereka banyak yang akan lari keluar dari Islam. Karena itulah ditinggalkan di zaman Nabi hingga masuk ke zaman ‘Abdullah bin Zubair, baru beliau menerapkan apa yang diucapkan oleh Nabi shallallâhu ‘alahi wasallam. Maka, Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang yang paling mengetahui tentang penempatan hikmah dalam dakwah.

Dan memang ahlul bid’ah ini tatkala dikritik oleh Ahlus Sunnah, dijelaskan kesesatannya dan dinasihati umat agar jangan sampai terjatuh ke situ, mereka mengatakan bahwa hal ini membuat lari manusia, terlalu keras, dan seterusnya, karena yang dipakai adalah perasaan. Karena itulah kadang kita temukan di jama’ah-jama’ah yang banyak mengikutinya itu adalah akhowat (kalangan perempuan). Sebabnya memang banyak memakai perasaan. Perhatikan saja Wahdah Islamiyah, itu yang kebanyakan mengikutinya adalah akhowat sebab banyak memakai perasaan dan manhaj mereka adalah manhaj yang dibangun di atas perasaan, wallâhul musta’ân.

Jadi, itu tadi gambaran singkat tentang manhaj Ahlus Sunah wal Jama’ah dalam masalah tegas dan lemah lembut. Tentunya penerapannya memerlukan hikmah dakwah dan melihat contoh-contoh para ulama dalam menerapkannya. Semakin mapan ilmu seseorang maka ia akan semakin mampu menggunakan di dalam dakwah ini. Karena itulah yang kita sarankan untuk terus-menerus giat dalam menuntut ilmu.

SUMBER : http://nasihatuntukwahdah.wordpress.com/2010/01/17/17-benarkah-salafi-terlalu-keras-dan-membuat-umat-lari/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar