Welcome to Abu Darin's Blog. Assalamu Alaikum Warahmatullohi Wabarokatuh.

Blog ini adalah blog tentang Pendidikan, dimana anda bisa Belajar
Tentang Bahasa Inggris dan Juga Tentang Agama Islam, Saya Juga menyediakan Daftar Link sebagai Referensi Untuk di buka/kunjungi dan di pelajari.Selamat Belajar.

Upaya penyaringan terhadap segala hal yang bukan berasal dari ajaran Islam, baik dalam hal Aqidah, Ahkam (hukum) maupun Akhlaq, selayaknya terus dilakukan, agar Islam kembali bersih berseri, murni dalam naungan risalah sebagaimana risalah yang telah diturunkan kepada Muhammad Shalallahu 'alaihi wa Sallam dan diajarkan pada Sahabatnya, yang diteruskan oleh pengikutnya hingga hari kiamat.

Sabtu, 13 Maret 2010

HUKUM MAHAR DALAM PERNIKAHAN ISLAMI

Asalamu 'alaikum Wr. Wb.

Pak Ustadz, saya ingin menanyakan beberapa hal :

Hukum "Mas Kawin" dari seorang mempelai pria kepada mempelai wanita dalam pernikahan islam.



Bagaimana menurut Islam, jika untuk pemberian mas kawin tersebut, mempelai wanita ikut membantu dananya.



Jika saya ingin memperoleh buku yang isinya mengupas tuntas tentang hukum mas kawin/mahar dalam pernikahan islam, apak pak Ustadz dapat mereferensikan judul buku tersebut kepada saya?

Terima kasih atas jawaban Bapak.

Wasalaamu 'alaikum Wr. Wb.

Novi


Jawaban:

Assalamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulilahi Rabbil 'alamin, wash-shalatu was-salamu 'alaa Sayyidina Muhammadin wa 'alaa aalihi wa shahbihihi ajma'in, wa ba'du.



Salah satu bentuk pemuliaan Islam kepada seorang wanita adalah pemberian mahar atau maskawin pada saat menikahinya. Mahar adalah harta yang diberikan pihak calon suami kepada calon istrinya untuk dimiliki sebagai penghalal hubungan mereka. Perintah untuk memberikan mahar disebutkan di dalam Al-Quran Al-Kariem :

"Berikanlah maskawin kepada wanita sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah pemberian itu yang sedap lagi baik akibatnya".(QS. An-Nisa : 4)

"Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikit pun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan dosa yang nyata?" (QS. An-Nisa : 20)

Pemberian mahar akan memberikan pengaruh besar pada tingkat keqowaman suami atas istri. Juga akan menguatkan hubungan pernikahan itu yang pada gilirannya akan melahirkan sakinah, mawadah dan rahmah.

Sebagaimana firman Allah SWT berikut ini :

"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta'at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS. An-Nisa : 34)



Pihak Wanita Membantu Memberikan Mahar

Sebenarnya tidak perlu pihak wanita membantu memberikan mahar kepada calon suaminya. Sebab ujung-ujungnya mahar itu akan kembali dimiliki oleh sang istri. Cukuplah bagi wanita itu untuk memberikan patokan mahar yang tidak terlalu memberatkan calon suaminya.

Secara fiqhiyah, kalangan Al- Hanafiyah berpendapat bahwa minimal mahar itu adalah 10 dirham. Sedangkan Al-Malikiyah mengatakan bahwa minimal mahar itu 3 dirham. Meskipun demikian sebagian ulama mengatakan tidak ada batas minimal dengan mahar. Dan bila dicermati secara umum, nash-nash hadits telah datang kepada kita dengan gambaran yang seolah tidak mempedulikan batas minimal mahar dan juga tidak batas maksimalnya. Barangkali karena kenyataannya bahwa manusia itu berbeda-beda tingkat ekonominya, sebagian dari mereka kaya dan sebagian besar miskin. Ada orang mempunyai harta melebihi kebutuhan hidupnya dan sebaliknya ada juga yang tidak mampu memenuhinya.

Maka berapakah harga mahar yang harus dibayarkan seorang calon suami kepada calon istrinya sangat ditentukan dari kemampuannya atau kondisi ekonominya.

Banyak sekali nash syariah yang memberi isyarat tentang tidak ada batasnya minimal nilai mahar dalam bentuk nominal. Kecuali hanya menyebutkan bahwa mahar haruslah sesuatu yang punya nilai tanpa melihat besar dan kecilnya. Maka Islam membolehkan mahar dalam bentuk cincin dari besi, sebutir korma, jasa mengajarkan bacaan Al-Quran atau yang sejenisnya. Yang penting kedua belah pihak ridha dan rela atas mahar itu.

a. Sepasang Sendal

Dari Amir bin Robi'ah bahwa seorang wanita dari bani Fazarah menikah dengan mas kawin sepasang sendal. Lalu Rasulullah SAW bertanya, "Relakah kau dinikahi jiwa dan hartamu dengan sepasang sendal ini?". Dia menjawab," Rela". Maka Rasulullahpun membolehkannya (HR. Ahmad 3/445, Tirmidzi 113, Ibnu madjah 1888).

b. Hafalan Quran :

Dari Sahal bin Sa'ad bahwa nabi SAW didatangi seorang wanita yang berkata,"Ya Rasulullah kuserahkan diriku untukmu", Wanita itu berdiri lama lalu berdirilah seorang laki-laki yang berkata," Ya Rasulullah kawinkan dengan aku saja jika kamu tidak ingin menikahinya". Rasulullah berkata," Punyakah kamu sesuatu untuk dijadikan mahar? dia berkata, "Tidak kecuali hanya sarungku ini" Nabi menjawab, "bila kau berikan sarungmu itu maka kau tidak akan punya sarung lagi, carilah sesuatu". Dia berkata, "Aku tidak mendapatkan sesuatupun". Rasulullah berkata, "Carilah walau cincin dari besi". Dia mencarinya lagi dan tidak juga mendapatkan apa-apa. Lalu Nabi berkata lagi, "Apakah kamu menghafal Al-Quran?". Dia menjawab, "Ya surat ini dan itu" sambil menyebutkan surat yang dihafalnya. Berkatalah Nabi, "Aku telah menikahkan kalian berdua dengan mahar hafalan Al-Quranmu" (HR Bukhori Muslim).

c. Tidak Dalam Bentuk Apa-apa :

Bahkan diriwayatkan bahwa ada seorang wanita rela tidak mendapatkan mahar dalam bentuk benda atau jasa yang bisa dimiliki. Cukup baginya suaminya yang tadinya masih non muslim itu untuk masuk Islam, lalu waita itu rela dinikahi tanpa pemberian apa-apa. Atau dengan kata lain, keIslamanannya itu menjadi mahar untuknya.

Dari Anas bahwa Aba Tholhah meminang Ummu Sulaim lalu Ummu Sulaim berkata, "Demi Allah, lelaki sepertimu tidak mungkin ditolak lamarannya, sayangnya kamu kafir sedangkan saya muslimah. Tidak halal bagiku untuk menikah denganmu. Tapi kalau kamu masuk Islam, keislamanmu bisa menjadi mahar untukku. Aku tidak akan menuntut lainnya". Maka jadilah keislaman Abu Tholhah sebagai mahar dalam pernikahannya itu. (HR Nasa'i 6/ 114).

Semua hadist tadi menunjukkan bahwa boleh hukumnya mahar itu sesuatu yang murah atau dalam bentuk jasa yang bermanfaat.

Demikian pula dalam batas maksimal tidak ada batasannya sehingga seorang wanita juga berhak untuk meminta mahar yang tinggi dan mahal jika memang itu kehendaknya. Tak seorangpun yang berhak menghalangi keinginan wanita itu bila dia menginginkan mahar yang mahal.

Bahkan ketika Umar Bin Khattab r.a berinisiatif memberikan batas maksimal untuk masalah mahar saat beliau bicara diatas mimbar. Beliau menyebutkan maksimal mahar itu adalah 400 dirham. Namun segera saja dia menerima protes dari para wanita dan memperingatkannya dengan sebuah ayat Al-Quran. Sehingga Umar pun tersentak kaget dan berkata, "Allahumma afwan, ternyata orang -orang lebih faqih dari Umar". Kemudian Umar kembali naik mimbar, "Sebelumnya aku melarang kalian untuk menerima mahar lebih dari 400 dirham, sekarang silahkan lakukan sekehendak anda".



Hampir semua buku fiqih yang lengkap membahas masalah mahar. Anda bisa mencarinya di toko buku, kami yakin anda pasti mendapatkannya.

Wallahu A'lam Bish-shawab
Wassalamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ahmad Sarwat, Lc.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar